Senin, 27 Juni 2011

MIMIK MOMOK,MAMAK MUMUK

“ MIMIK MOMOK, MUMUK MAMAK “
oleh : Shaff Ra Alisyahbana Dt Malako

MIMIK MOMOK MUMUK MAMAK adalah campusari bahasa Nusantara. Mimik yang artinya suatu tatacara menggaet simpati orang lain. Momok adalah suatu siasat agar orang lain bisa tidak simpati kepada suatu yang diberikan momok. Mumuk adalah bahasa Mesir Ranah Nata yang berarti hancur dan lecet, sedangkan Mamak adalah kata lain orang pintar/cerdik pandai dalam Nagari dan bisa juga diartikan saudara kandung yang laki-laki dari pihak ibu.Tapi yang jelas, Mamak itu adalah orang yang mengurusi anak kemenakannya dalam satu keluarga di Ranah Nata maupun Ranah Minang dan Ulayat yang seadat istiadat dengannya.
Baru saja selesai dalam pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun 2011/2012, dimana untuk mendapatkan para pendaftar yang banyak disekolah tertentu dan memperta hankan keadaan sekolah/madrasah pada tahun sebelumnya, selalu dikaitkan dengan dua Organisasi Masyarakat yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dikancah periba datan atau amaliahnya.
Hampir setiap tahun dalam PSB, perseteruan dalam “ Mimik & Momok “ ini terjadi yang menyebabkan renggangnya persahabatan sesama Muslim yang sama bertuhankan Allah , ber Nabikan Muhammad SAW itu. Dengan “ Mimik “ mencari simpati orangtua calon siswa (dalam hal ini disebut “ Mamak “ ) para Pengurus atau Pimpinan dan Kepala Sekolah/ Madrasah (dalam hal ini disebut “ Mumuk “ ) pergi kedesa-desa dengan memberikan “ Momok “ yang pada saat sekarang ini tidak zamannya dan tidak berlaku lagi.
Kita sebut saja sebagai contoh dalam “ Mimik & Momok “ yang disampaikan oleh pihak ( Mumuk) bukan Muhammadiyah mengatakan “ Jangan anda masukkan anak anda menjadi siswa/siswi Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah (MTsM) 20 Natal, nanti bila anda meninggal “ tidak di talqinkan dan kenduri “, “ Shubuh tidak berqunut “ dan lain sebagainya yang dijadikan momok di pedesaan, karena diranah itu sangat rentan sekali. Tetapi, setelah diberikan keterangan kepada mereka maksud sebenarnya dari Perguruan Muhammadiyah itu, merekapun berbondong-bondong memasukkan anaknya ke MTs M 20 Natal, sehingga untuk tahun ini mencapai 100% lebih dari tahun sebelumnya. Apakah ini karena adanya bantuan dari panitia berupa pakaian sekolah, tapi itu diributkan oleh orang yang bukan warga Muhammadiyah berstatus PNS, walaupun sudah puluhan tahun pekerjaan ini dilaksanakan oleh MTs yang bukan bercorak Muhammadiyah (sebut saja MTs NU Natal).
Penulis masih ingat pada suatu hari di akhir tahun 1970an, seorang penjaga lampu disebuat Masjid harus berurusan dengan polisi, gara-gara menanggapi pelaksanaan Idul Fithri yang lebih dahulu dirayakan oleh warga Muhammadiyah Cabang Natal , mengatakan “ Orang Muhammadiyah itu adalah orang-orang bodoh yang tidak tahu menghitung hari puasa “. Demikian juga dapat kita baca didalam Majalah Al-Muslimun No.185/Agustus 1985 dalam judul “ Khilafiyah ke Meja Hijau “ yang ditulis oleh Pencinta Al- Muslimun di Pedalaman, dimana seorang tokoh masyarakat mengatakan bahwa pengajian di Masjid Al-Huda itu adalah “ Jual Obat “, lalu sang Da'i melaporkannya kepihak yang berwajib , sehingga tokoh tersebut kalah dalam sidang meja hijau.
Apakah ini akan terulang kembali ... ???

Sekedar untuk diketahui bahwa seorang Guru PNS di sekolah Negeri berkata “ Muhamma diyah itu sudah buruk “ dan apa yang kalian cari di Muhammadiyah itu, guru Agamanya saja tidak sarjana, pulangkan pakaian itu dan lebih dari itu kalian dapatkan di sekolah ini. Tapi, suatu kenyataan yang tampak oleh penulis sendiri dimana jiran tetangga penulis memasukkan anak-anaknya ke SMP Negeri 1 Natal, MTs Muhammadiyah 20 Natal dan MTs NU Natal,dimana keadaannya jauh berbeda. Anak-anaknya yang dari MTs tetap melaksanakan shalat wajib di rumahnya, sebab di sekolahnya (Khusus MTs M 20 Natal), selalu diadakan Shalat Dzuhur berjama’ah di Masjid Taqwa Muhammadiyah Natal bagi seluruh siswa bersama guru-gurunya. Guru Agama bukan sarjana saja yang bisa mengajar, siapapun bisa asal Ilmu Agama dimilikinya.
apakah penerimaan calon siswa diluar rayon tidak menyalahi peraturan ... ? Salah satu sekolah menerima calon siswa sekitar 30% terdiri dari luar rayonnya, sedangkan Madrasah tidak ada sistem rayonisasi. Inilah yang dinamakan " Menampar air di dulang ".
Akhirnya, janganlah “ Momok “ > (khilafiah) dijadikan “ Mimik “ > (cari simpati ) oleh “ Mumuk “> (Pengurus/Pimpinan/Kepala/Guru) kepada “ Mamak “ > (Orang tua calon siswa-siswi) , tetapi berbuatlah di sekolahmu beberapa kegiatan yang bisa ditonjolkan dan membuat simpati para “ Mamak “ , orangtua calon siswa-siswimu , tanpa memburuk-burukkan teman lembaga pendidikan yang ada dimana kau hidup didalamnya.
Sekarang bukan zamannya lagi kita mempersoalkan Khilafiah atau orang yang berqunut, bershalat pakai celana panjang, yang bershalat dirumah atau dimasjid, tetapi bagaimana kah caranya agar “ orang yang tidak sembahyang itu menegakkan Shalat “.
Andai pada hari Jum’at seluruh lelaki yang berada di Ranah Nata ikut melaksanakan Shalat Jum’at, mungkin kurang Masjid yang akan menampung mereka, tetapi kenyataannya lebih banyak yang diluar masjid daripada didalam masjid.
Sebagai usul dalam pengajian wirid Yasin, sebaiknya jangan Takhtim Tahlil dan Baca Al – Qur”an melulu, tetapi laksanakanlah Kuliah/Ceramah Agama dengan Ustadz yang sefaham dengan kayakinanmu, agar telinga bisa tercongkel untuk mengurangi sikap “ Namimah “.
Wassalam , “ Tumo di subarang kanampakan, gajah dipalupuok mato diondokkan “.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar